Saturday, December 25, 2010
DYSPEPSIA
PENDAHULUAN :
Dyspepsia yang oleh orang awam sering disebut dengan “sakit maag” merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. Sebagai contoh dalam masyarakat di negara negara barat dyspepsia dialami oleh sedikitnya 25% populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dyspepsia tetapi diperkirakan dialami oleh sedikitnya 20% dalam populasi umum.
Ada berbagai macam definisi dyspepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigas¬trium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dyspepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik.
Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dyspepsia dengan gastritis. Hal ini sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak semua dyspepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak semua kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik disertai gejala dyspepsia. Karena dyspepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.
Penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari penderita dyspepsia memeriksakan dirinya. Walaupun begitu ternyata dyspepsia memberikan beban ekonomik yang besar baik karena penurunan penghasilan ataupun biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengobatan.
MEKANISME TERJADINYA DYSPEPSIA :
Sampai sekarang mekanisme dari terjadinya dyspepsia belum diketa¬hui jelas. Ada berbagai pendapat mengenai penyebab dyspepsia. Berbagai hal yang dianggap sebagai penyebab dyspepsia misalnya adalah :
- asam lambung
- keradangan
- gangguan motilitas
- alkohol
- rokok
- obat yang merangsang
- makanan yang pedas
Tetapi bukti yang jelas dari peranan hal hal tersebut belum ditemukan. Gejala dyspepsia dapat disebabkan karena keadaan keadaan dalam lambung atau esophagus misalnya :
- Ulkus peptikum
- Dyspepsia non ulkus
- Esophageal reflux
- Gastritis
- Keganasan lambung
Tetapi banyak kelainan diluar lambung yang menimbulkan simptom yang mirip dyspepsia misalnya :
- Penyakit empedu (batu atau keradangan)
- Obat obat
- DM
- Pankreatitis Kronik
- Penyakit Hati Kronik
- Hepatoma
Karena itu dalam evaluasi penderita dyspepsia sering diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengkonfirmasikan atau menying¬kirkan dyspepsia misalnya :
- Endoskopi
- Foto saluran makan bagian atas
- Tes fungsi hati
- USG
- Bernstein test
- Monitoring pH
- Pemeriksaan motilitas
- Pemeriksaan Amilase
PEMBAGIAN DYSPEPSIA
Dengan makin banyaknya dilakukan pemeriksaan endoskopi maka dyspepsia dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu dyspepsia organik bila ditemukan penyebab dyspepsia tersebut, dan dyspepsia fungsional bila dengan endoskopi penyebab organic yang jelas tadak ditemukan. Sedang kasus-kasus dyspepsia yang belum dilakukan endoskopi disebut uninvestigated dyspepsia.
DYSPEPSIA FUNGSIONAL
Gejala dyspepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :
a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.
b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).
c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)
- symptom tidak hilang dengan defekasi
- tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.
Mekanisme Terjadinya Dyspepsia Fungsional :
1. Asam lambung
2. Motilitas
- Hipomotilitas antrum : pengosongan lambung terhambat
- Gastrid Accomodation menurun : kemampuan menerima makanan dalam jumlah besar berkurang.
- Gangguan aktifitas listrik pada otot lambung
3. Psikologis
- Anxiety
- Neurotik
- Somatosasi
- Depresi
Gambaran Endoskopi pada dyspepsia yang masih dapat diklasifikasikan fungsional :
• Non erosive gastritis
• Non erosive duodenitis
• Non erosive reflux
Karena korelasi dengan symptom dan PA tidak jelas atau tidak ada. Misalnya kalau dalam endoscopy ditemukan mucosa hiperemis yang secara endoscopik dinamakan gastritik, tetapi masih dikelompokkan kedalam dyspepsia pungsional.
Hanya sebagian kecil penderita dyspepsia yang diperiksa dengan endoskopi. Dyspepsia yang belum dilakukan endoskopi disebut uninvestigated dyspepsia.
DYSPEPSIA ORGANIK
a. Dyspepsia Ulcus
Dyspepsia ulcus merupakan bagian penting dari dyspepsia organik. Di negara negara barat prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan dengan ulkus duodeni. Sedang di Negara berkembang termasuk Indonesia frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung biasanya dideri¬ta pada usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.
Penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama DU adalah infeksi H. pylori, dan ternyata sedikitnya 95% kasus ulkus duodeni adalah H. pylori positif, sedang hanya 70% kasus ulkus lambung yang H. pylori positif.
b. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)
Dahulu GERD dimasukkan dalam dyspepsia pungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dyspepsia organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus.
Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD dimasukkan ke dalam kelompok dyspepsia fungsional. Setelah penyebabnya jelas maka GERD dikeluarkan dari kelompok tersebut dan dimasukkan ke dalam dyspepsia organik.
Gejala GERD :
• Gejala khas, terdiri dari :
- “Heart Burn”
- Rasa panas di epigastrium
- Rasa nyeri retrosternal
- Regurgitasi asam
- Pada kasus berat : ada gangguan menelan
• Gejala tidak khas :
- Nafas pendek
- Wheezing
- Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan berkurang bila penderita duduk.
GAMBARAN ENDOSKOPIK
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat (Pembagian Los Angeles) :
Grade A :
Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm
Grade B :
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.
Grade C :
Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang lain tetapi tidak difus.
Grade D :
Robekan mukosa difus.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSAAN DYSPEPSIA ORGANIK
A. DYSPEPSIA ULKUS :
Dasar penatalaksanaan ulkus peptikum adalah obat obat untuk menurunkan asam lambung. Pemberian obat obat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu terapi awal yang diberikan untuk penyembuhan ulkus dan terapi maintenance untuk mencegah adanya kekambuhan.
Pengobatan awal :
- Antasid : diberikan tiap 4 jam.
- H2 blocker :
- Simetidin : 3 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg atau 800 mg malam hari.
- Ranitidin : 2 x 150 mg atau 300 mg malam hari
- Famotidin : 2 x 20mg atua 40 mg malam hari.
- Penghambat pompa proton : tidak digunakan untuk pengobatan maintenance.
- Omeprasol : 20 mg sebelum makan pagi
- Lanzoprazole : 30 mg sebelum makan pagi
Lama pengobatan awal : Tukak lambung : 12 minggu
Tukak duodeni : 8 minggu
Pengobatan maintenance :
Setengah dosis awal diberikan selama 6 12 bulan. Pengobatan maintenance diberikan untuk mencegah kekambuhan. Untuk pengobatan maintenance tidak dipergunakan penghambat pompa proton.
Untuk kasus kasus ulkus peptikum dengan H. pylori positif yang dilakukan eradikasi H. pylori, dan eradikasi tersebut berhasil, tidak diperlukan lagi terapi maintenance.
Terapi tambahan :
- Memperbaiki ketahanan mukosa misalnya :
Surface coating agent : Sukralfat
- Obat obat anti cholinergik : Pirenzepine
B. GERD
A. Farmakoterapi
- H2 Blocker
- PPI
- Prokinetik
- Metoclopramid
- Domperidon
- Cizapride
- Hindari obat anti cholinergic
B. Perubahan Diit
a. Kurangi porsi makan
b. jangan makan dalam 2 jam sebelum tidur.
c. hindari makanan tinggi lemak, alkohol, coklat dan peppermint
C. Perubahan gaya hidup
Yang harus dihindari :
- pakaian ketat terutama sabuk
- obesitas
- konstipasi
- makan berlebihan
- hindari latihan berat setelah makan
- Tidur dengan bantal tinggi
C. PENATALAKSANAAN DYSPEPSIA FUNGSIONAL
Dasar pengobatan dyspepsia yang dipakai sampai sekarang adalah hilang atau berkurangnya rasa sakit (relief) yang terjadi setelah pemberian antasid atau obat obat penekan asam lambung. Kedua macam obat tersebut bersifat simtomatik. Disamping itu ada beberapa terapi simtomatik yang berbeda antara satu tipe dyspepsia dengan tipe lainnya.
Terapi Dyspepsia Fungsional :
1. Farmakologis
- pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat. (regular medication)
- mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on demand medication)
2. Psikoterapi
- Reassurance
- Edukasi mengenai penyakitnya
3. Perubahan diit dan gaya hidup
- Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- makanan tinggi lemak dihindarkan
UNINVESTIGATED FUNGSIONAL DYSPEPSIA
Untuk memudahkan penatalaksanaan, uninvestigated dyspepsia dibagi menjadi tiga tipe yaitu :
1. Ulcer like :
Nyeri epigastrium dengan gejala hunger pain food relief. Nyeri berkurang bila diberikan antasid. Rasa nyeri tengah malam. Penderita dyspepsia “ulcer like” tidak selalu menderita ulcus, tetapi hanya suatu tanda dari hiperchlorhidria.
2. GERD Like
Gejala seperti GERD, misalnya heartburn yang menonjol.
3. Tipe dysmotility/hypomotility :
Gejala berhubungan dengan proses pengosongan lambung yang kurang berupa rasa kembung dan meteoristik, distensi, nausea atau muntah.
4. Tipe campuran
Gabungan dari gejala 1 dan 2
Terapi Farmakologik :
- H2 Blocker
- PPI
- Prokinetik
- dll
Lama terapi empirik :
1 ½ bulan – 2 bulan bila berhasil dapat diteruskan. Bila tidak endoskopi
Pemilihan obat untuk Uninvestigated dyspepsia
a. GERD Type : H2 blocker / PPI + prokinetik
b. Ulcer Type : H2 Blocker/PPI
c. Dismotility
Hipomotility : Prokinetik
Hipermotility : Spasmolytic atau anti cholinergic
HUBUNGAN DYSPEPSIA DAN INFEKSI H. PYLORI
Infeksi H. pylori diketahui merupakan penyebab utama dari gastri¬tis kronik aktif, ulkus peptikum, MALT Lympoma dan kanker lambung type Intestinal. Dapat disimpulkan bahwa infeksi H. pylori merupakan penyebab dyspepsia kronik.
Infeksi H. pylori dan gastritis kronik aktif :
Penelitian menunjukkan bahwa pada hampir semua individu yang mengidap infeksi H. pylori bila dilakukan biopsi mukosa lambung selalu akan didapatkan gambaran histologik Gastritis kronik aktif walaupun mungkin secara individu tidak menunjukkan tanda tanda dyspepsia. Bila infeksi itu berhasil dihilangkan dengan eradikasi maka gambaran histologi mukosa akan normal kembali.
Infeksi H. pylori dan keganasan lambung :
Gastritis kronik aktif akibat infeksi H. pylori akan berlanjut menjadi gastritis atrofik yang selanjutnya menjadi gastric atrophy yang kemudian akan berlanjut menjadi keganasan lambung. Sejak tahun 1994 WHO telah mengakui infeksi H. pylori sebagai karsinogen kelas a (definite) setaraf dengan Hepatitis B dan C untuk Kanker Hati Primer.
Mekanisme terjadinya ulkus duodeni karena infeksi H. pylori :
Adanya infeksi H. pylori kronik menimbulkan gangguan fungsi sekretorik lambung misalnya terjadi hipergastrinemia dll yang menyebabkan hiperasiditas dalam lambung dan duodenum. Hiperasidi¬tas dalam duodenum merupakan suatu keadaan yang memungkinkan hidupnya epitel sel lambung dalam duodenum dan menyebabkan per-pindahan sel sel mukosa lambung kedalam duodenum yang disebut “gastric metaplasia”. Dengan adanya metaplasia yang berbentuk pulau pulau mukosa lambung dalam duodenum maka kuman kuman H. pylori dapat hidup di dalam duodenum pada pulau pulau sel lambung tersebut. Selanjutnya terjadi keradangan pada pulau pulau terse-but dan diikuti dengan terjadinya ulkus ditempat yang sama.
Mekanisme terjadinya ulkus lambung pada infeksi H. pylori :
Pada ulkus duodeni H. pylori berada di antrum. Pada ulkus lambung terjadi atrofi korpus sehingga produksi asam lambung cenderung berkurang. Suasana keasaman yang menurun ini menyebabkan perpin¬dahan epitel mukosa usus kedalam lambung yang disebut “metaplasia intestinal”. Ulkus timbul pada epitel mukosa lambung diperbatasan dengan daerh yang mengalami metaplasia intestinal.
INDIKASI ERADIKASI H. PYLORI
Indikasi kuat eradikasi H. pylori adalah kasus-kasus Ulkus Duodeni dan ulkus lambung dengan H. pylori positif baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif.. Eradikasi H. pylori tersebut dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
Indikasi lain eradikasi H.pylori adalah
- gastritis hipertrofik
- gastritis atrofik
- gastritis erosiva
- Mucosal Associated Lymphoid Tissue (MALT) Lymphoma
Belakangan ini banyak ahli yang memberikan terapi eradikasi untuk dyspepsia fungsional yang Hp positif, walaupun hanya sekitar 10% yang symptomnya bisa hilang.
ERADIKASI H. PYLORI :
Beberapa macam protokol eradikasi H. pylori yang ada saat ini adalah :
Bismuth triple therapy
Bismuth 120 mg 4ddI
Tetrasiklin 250 500 mg 4 ddI
Metronidasol 250 500 mg 4 dd I selama 2 minggu
atau
Bismuth 120 mg 4 dd I
Amoksisilin 250 500 mg 4 dd I
Metronidasol 250 500 mg 4 dd I selama 2 minggu
PPI dual therapy
Amoksisilin 500 mg 4 dd I
Omeprazol 20 40 mg selama 2 minggu
atau
Klaritromisin 500 mg 2 dd I
Omeprazol 20 40 mg selama 2 minggu
H2RA triple therapy
Ranitidin 1 dd 300 mg
Amoksisilin 750 mg 3 dd I
Metronidasol 500 mg 3 dd I selama 2 minggu
- PPI triple therapy
Klaritromisin 2 dd 250 mg/2 dd 500mg
Omeprazol 1 dd 20 mg atau 2 dd 20 mg
Metronidazol 2 dd 250 mg atau 2 dd 500 mg selama 1 minggu
atau
Klaritromisin 2 dd 250 mg/2 dd 500mg
Omeprazol 1 dd 20 mg atau 2 dd 20 mg
- Tinidazol 2 dd 500 mg selama 1 minggu
Quadruple therapy
Bismuth triple therapy + Omeprazol 2 dd 20mg selama 1 minggu.
Pada saat ini protokol yang hasilnya cukup baik adalah protokol triple. Protokol dual kurang memuaskan. Sedang protokol quadruple dipakai bila terjadi kegagalan dengan protokol yang lain.
KAPAN SUATU KASUS DYSPEPSIA PERLU DIENDOSKOPI ?
Kebanyakan ahli berpendapat bahwa suatu kasus dyspepsia yang telah diberikan terapi konvensional yaitu antasid dan H2 blocker dan tidak berhasil perlu dilakukan endoskopi. Demikian pula penderita dengan alarm symptom, misalnya umur > 45 th, perdarahan, berat badan yang menurun.
DAFTAR KEPUSTAKAAN :
1. Chelwan P.: Long term management of Peptic ulcer disease. JAMA 1996; 12 Suppl: 30 32.
2. Lam S.K.: Etiology and Mechanism of Dyspepsia. JAMA, 1996; 12 Suppl.: 33 34.
3. Lambert J.R.: The role of Helicobacter pylori in Non Ulcer dyspepsia : A debate for. Gastroenterol Clin NA 1993:141 152.
4. Maltfertheimer P., Pieramico O.: Helicobacter pylori in Gus¬tavson, Kumar, Graham (Eds.): The Stomach. Churchill Living¬stone, London 1992:397 312
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Featured Post
kejang demam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturun...
-
A. PENGERTIAN Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu( Corwin, 2001 ) Penurunan kesadaran adalah kea...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi Biolistrik atau sentuhan jari berlistrik adalah jenis pengobatan alternative yan...
-
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan organisasi mencapai tujuan didukung oleh pengelolaan factor-faktor antara lain...
No comments:
Post a Comment